...::Manusia dapat dihancurkan, manusia dapat dimatikan, tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu masih setia pada dirinya sendiri::...

Login citos

RUTE DOMESTIK

RUTE INTERNATIONAL

Weneh sa'durunge Wineruh.....

on Wednesday, April 23, 2008


KH. KHOLIL BANGKALAN

(PANUTAN NU YANG MANDIRI DAN BERTOLERANSI)

Madura merupakan sebuah pulau yang berada di wilayah Indonesia yang terletak di utara pulau jawa,yang mempunyai keluasan lebih dari kurang 5,250 km2 dengan penduduk sekitar 4 juta orang, dan terdapat 4 buah Kabupaten. Bukan hanya terkenal dengan sebutan pulau garam saja,melainkan di pulau kecil inilah lahir seorang ulama’ kharismatik yang mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di Jawa Madura setelah Wali Songo. Disamping itu, beliau juga mempunyai andil besar dalam berdirinya jami’yyah Nahdlatul Ulama’ (NU).

Beliau dilahirkan pada hari Selasa, 11 Jumadal Tsaniyyah 1235 H atau 1820 M di kampung Senenan, desa Kemayoran, kecamatan Bangkalan, kabupaten Bangkalan, ujung barat pulau Madura. Beliau adalah putra dari KH. Abd Latief yang masih mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Oleh ayahnya, ia di didik sangat ketat. Kholil kecil memang menunjukkan bakat yang istimewa, kehausan akan ilmu, terutama ilmu Fiqh dan Nahwu, sangat luar biasa, bahkan ia sudah hafal dengan baik Nadzam Alfiyyah Ibnu Malik (seribu bait ilmu Nahwu) sejak usia muda. Untuk memenuhi harapan dan kehausannya mengenai ilmu Fiqh dan ilmu yang lainnya beliau menimba ilmu ke berbagai pesantren.

Kisah mengenai pengembaraannya mencari ilmu selalu diwarnai dengan “prihatin” dan kemandirian. Meskipun beliau berasal dari keluarga yang dari segi ekonominya berada, beliau tidak mau menyusahkan kedua orang tuanya. Jiwa prihatin dan kemandirian telah membuat kiai Kholil mahir mengasah otak untuk mencari jalan keluar dari “kebuntuan-kebuntuan” ekonomi, sehingga kendala ekonomi tidak membuatnya patah arang dalam menuntut ilmu. Ketika ia “nyantri” di Kebocandi dan Sidogiri beliau rela “nyambi” menjadi buruh batik yang upahnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kemandiriannya juga nampak saat beliau belajar di sebuah pesantren di Banyuwangi ketika niatnya untuk menimba ilmu ke Mekkah menggebu-gebu. Dan selama “nyantri” di Banyuwangi ini, Khalil “nyambi” menjadi “buruh” pemitik kelapa pada gurunya. Uang yang diperolehnya tersebut ia tabung. Sedangkan untuk makan, Kholil menyiasatinya dengan mengisi bak mandi, mencuci dan melakukan pekerjaan rumah lainnya, serta menjadi juru masak teman-temannya, dari situlah beliau bisa makan gratis. Dan kisah mengenai kemandirian beliau akan banyak kita temui dalam “pengembaraan-pengembaraannya”. Maka, jika boleh dikatakan beliau adalah santri yang “betul-betul santri” atau mahasiswa yang “betul-betul mahasiswa”.

Ketika niatnya untuk menuntut ilmu ke Mekkah sudah tidak terbendung lagi, akhirnya pada tahun 1859 beliau memenuhi niat sucinya itu. Sebagai pemuda Jawa pada umumnya, Khalil belajar pada beberapa Syekh dari berbagai Madzhab. Namun kecenderungannya untuk mengikuti Madzhab Syafi’i tak dapat disembunyikan. Karena itu, tak heran kalau kemudian dia lebih banyak mengaji kepada para Syekh yang bermadzhab Syafi’i. Ketika belajar di Mekkah inilah beliau bertemu dengan Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, dan Syekh Yasin al-Fadani sebagai teman seangkatannya.

Sewaktu berada di Makkah, ia mencari nafkah dengan menyalin risalah-risalah yang diperlukan para pelajar di sana. Itu pula yang mengilhaminya menyusun kaidah-kaidah penulisan huruf Pegon bersama dua ulama lain, yaitu Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Saleh as-Samarani. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu. Ia adalah orang yang tak pernah lelah belajar. Kendati sang guru lebih muda, namun jika secara keilmuan dianggap mumpuni, maka ia akan hormat dan tekun mempelajari ilmu yang diberikan sang guru. Di antara gurunya di Makkah adalah Syekh Ahmad al-Fathani. Usianya hampir seumur anaknya. Namun karena tawaduknya, Kiai Muhammad Khalil menjadi santri ulama asal Patani ini.bahkan beliau pernah

Jadi santri kalongnya (santri tidak menetap) Kiai hasyim untuk mengaji ilmu hadist,padahal Kiai hasyim merupakan murid beliau sendiri.

Sepulangnya dari tanah Arab, beliau dikenal sebagai seorang yang ahli Fikih dan Tarekat.Bahkan pada akhirnya, beliau dikenal sebagai salah satu kiai yang bisa memadukan kedua hal tersebut dengan serasi. Beliau juga dikenal sebagai al-Hafidz (hafal 30 juz al-Qur’an). Untuk mengemban pengetahuan Islam yang telah diperolehnya, Kiai Kholil kemudian mendirikan sebuah pesantren di desa Cengkubuan, sekitar 1 kilometer Barat Laut dari desa kelahirannya yang kemudian diserahkan kepada menantu sekaligus keponakannya KH. Muntaha yang menikah dengan Siti Khatimah puteri Kiai Kholil. Beliau sendiri mendirikan sebuah pesantren lagi di Kademangan, sekitar 200 meter sebelah Barat alun-alun kota kabupaten Bangkalan. Di pesantren inilah banyak santri Jawa yang datang untuk menimba ilmu. Diantara murid beliau adalah KH Hasyim Asy'ari (pendiri Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama), KH Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); KH Bisri Syansuri (pendiri Pondok Pesantren Denanyar), KH Ma'shum (pendiri Pondok Pesantren Lasem, Rembang), KH Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang), dan KH As'ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren Asembagus, Situbondo).

Dalam ranah politik beliau dikenal sebagai pejuang yang tangguh pada zamannya. Beliau melakukan perlawanan terhadap penjajah dengan dua cara. Pertama , ia melakukannya dalam bidang pendidikan dengan mencetak murid-muridnya untuk menjadi pemimpin yang berilmu, berwawasan, tangguh, dan mempunyai integritas baik kepada agama maupun bangsa. Kedua, Kiai Kholil tidak melakukan perlawanan secara terbuka, melainkan ia lebih banyak berada di balik layar. Realitas ini tergambar saat ia tak segan-segan memberikan suwuk (mengisi kekuatan batin,tenaga dalam) kapada para pejuang. Pun Kiai Kholil tidak keberatan saat pesantrennya dijadikan tempat persembunyian, dari perlawanan penjajah pada waktu itu, sampai- sampai beliau di penjarakan oleh pihak belanda, karena pondok pesantrennya di jadikan tempat persembunyian bagi pejuang indonesia.namun hal itu tidak berlangsung lama,sehingga beliau di bebaskan oleh pihak belanda. Banyak orang menganggap bahwa beliau adalah seorang wali. Beliau adalah seorang yang waskita yang weruh sa’durungi winarah (tahu sebelum sesuatu terjadi). Banyak cerita-cerita aneh yang ditujukan kepada beliau. Dikatakan beliau mempunyai “peliharaan” lebah dari alam gaib yang seringkali beliau gunakan untuk mengganggu konsentrasi pihak penajajah saat bertempur melawan para pejuang kemerdekaan, sehingga tak mustahil para pejuang seringkali mendapatkan kemenangan meskipun alat yang digunakan untuk bertempur adalah alat-alat yang sederhana.

Sebagai guru dari pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ (NU) tentunya beliau mempunyai peranan penting dalam berdirinya Jam’iyyah tersebut. Beliaulah yang memantapkan hati KH. Hasyim Asy’ari untuk merestui berdirinya NU yang diprakarsai oleh KH. Wahab Hasbullah. Cerita mengenai hubungan beberapa Kiai tersebut telah banyak dipaparkan dalam arsip-arsip dan buku-buku NU. Ini membuktikan bahwasanya NU lahir tidak terlepas dari sosok sang Kiai. NU tidak akan terbentuk jika tidak disertai dengan sikap toleransi dan saling menghormati antar Kiai. Karena dengan sikap toleransi sebuah persatuan akan terwujud. Sikap seperti inilah yang seharusnya diwarisi oleh Kiai-Kiai zaman sekarang. Yang ironisnya, banyak Kiai-Kiai NU yang terpecah belah hanya karena kepentingan kekuasaan dan tidak mau mengalah antara satu dengan yang lain. Padahal kalau kita melihat sejarah kelahiran NU, ia lahir bukan untuk kekuasaan semata-mata. Kekuasaan hanya dijadikan sebuah alat untuk mempersatukan umat. Bagaimana mungkin umat bisa bersatu kalau panutannya saling bersitegang??. Wallahu A’lam.

By: Aa’ Uday (Tulisan ini di muat di Majalah Afkar edisi 45 , PCI NU Mesir)

0 comments: